Kamis, 21 Mei 2015

Let It Be Forgotten

Sorrowing Old Man ('At Eternity's Gate'), Vincent Van Gogh.



 *) Untuk sahabatku yang baik dan sedang galau, tapi juga sedang senang karena punya mainan baru pabrikan Jepang.. 

"Let it be forgotten, as a flower is forgotten,
Forgotten as a fire that once was singing gold.."

Sewaktu-waktu kenangan bisa datang seperti tamu yang tak diundang, lalu bersikap kurangajar; membawa kita kembali kepada waktu-waktu yang sesungguhnya kita sendiri enggan untuk jumpai kembali. Seperti yang terjadi pada teman sekaligus sahabatku malam ini. Yang menemukan kembali sebuah buku catatan pemberian dari seorang gadis, mantan gebetan yang ia kenal pada ketika masih menjadi mahasiswa baru. Yah, kalau dilihat fisiknya saja mungkin kita berpikir itu sekadar buku catatan biasa. Tapi toh, buku kecil itu ternyata mampu membuat temanku itu berkata bahwa ia sedang galau..

Kalau Dewi Lestari pernah bilang bahwa kenangan adalah hantu di sudut pikir, mungkin pada kasus yang terjadi pada temanku itu sang hantu terselip pada sela-sela kertas buku catatan itu. Yang sewaktu-waktu dapat menyergap, menghantui, dan mengobrak-abrik perasaan dari mereka yang kenal betul akan benda yang dirasuki itu; benda yang dianggap memiliki makna diluar kata penanda atau fungsinya. Buku catatan itu bukan sekadar kumpulan dari kertas-kertas bergaris yang dijilid, lebih dari itu padanya melekat suatu yang hidup.

Sesuatu yang hidup itu biasanya tidak datang dari dalam objek itu sendiri, tetapi ia merupakan yang tertinggal dari suatu subjek yang dianggap memiliki kaitan dengan si objek. Walaupun memang ada kemungkinan bahwa seorang dapat memiliki semacam ikatan batin" terhadap suatu benda yang tidak terkait dengan subjek selain orang itu sendiri; seperti halnya pada kaos band kesayangan, mobil yang kita kendarai sehari-hari atau benda printilan seperti tazos yang sewaktu kecil dulu sering kita mainkan. Ya, celakanya buku catatan yang ditemukan oleh sahabatku itu merupakan pemberian dari mantan gebetannya. Dan ketika ia menemukan buku itu kembali, ia sekaligus menemukan bekas-bekas dari cinta yang manis, namun sayangnya tidak sampai.

Agar tidak berlarut-larut dalam kenangan, kita harus menentukan sikap. Temanku bilang bahwa dikepalanya sedikit terlintas untuk membuang saja artefak dari cinta tak sampai itu, tapi tidak sampai hati katanya. Ketika dipikir-pikir kembali juga ternyata itu bukanlah tindakkan yang bijak untuk dilakukan dan terkesan terlalu berputus asa; sikap yang berpaling dari kenyataan. Rolly Anwari, kawanku juga, yang mirip dengan seniman Andy Warhol itu, dulu pernah menulis singkat di suatu post Line mengenai cara menyikapi masa lalu, ia menulis:  "Hormati masa lalu. Mau seberapa manis atau paitnya masa lalu, dia udah berjasa ngebentuk diri kita jadi kaya sekarang ... Masa lalu adalah bagian dari perjalanan hidup ... Hormatilah masa lalu." gitu katanya, Rolly memang anak yang baik dan suka pakai baju warna-warni.

Aku sendiri setuju dengan pendapat Rolly: hormati masa lalu. Tapi aku juga tidak mengingkari bahwa berdamai dengan masa lalu itu merupakan hal yang mudah. Karena, untuk berdamai dengan masa lalu yang kian terkenang itu berarti kita sama saja mesti berbesar hati untuk memaafkan luka yang terlanjur tertoreh begitu dalam dan mengikhlaskan kerinduan untuk tidak menemukan balasnya. Apalagi untuk kita yang masih muda, yang masih sulit berbijak hati dan belum tau banyak mengenai hidup tapi banyak mengoceh dan berandai-andai. Seperti diriku, temanku dan mungkin temanku yang satu lagi: Rolly.

Mungkin pada akhirnya kita mesti serahkan semuanya kepada sang waktu; yang seiring perjalanannya dapat membuat kita yang masih muda ini menjadi semakin tua dan benar-benar lupa, atau lebih baiknya, membuat kita lebih bijak dalam memahami setiap persoalan.

"Let it be forgotten for ever and ever,
Time is a kind friend, he will make us old.."

*) Puisi yang tercantum dalam tulisan ini merupakan bagian dari karya Sara Teasdale yang berjudul "Let It Be Forgotten", yang juga sekaligus menjadi judul tulisan ini.