Minggu, 14 Desember 2014

Yellow Submarine: Warna Warni dan Melayangnya Iskandar Agung

Suatu pagi ―saya lupa tepatnya pada tanggal berapa― sebangun tidur seperti biasanya saya langsung memeriksa layanan chat Line. Ternyata ada pesan masuk dari kawan satu divisi saya dulu di PKSR Rancang Bangun (PKSR RB), Iskandar Agung. Isi pesannya menarik, tapi membingungkan. Begini kira-kira yang Iskandar bilang di jendela chat waktu itu:

"Jul, aing akhirnya ngerti maksud film Yellow Submarine. Jadi itu teh maksudnya tentang sebenernya ga ada warna yang salah..."  (Sebenarnya masih lebih panjang, tapi karena saya sendiri ga paham lanjutannya. Mari kita fokus ke pesan yang satu ini)

Membaca chat dari si Iskandar itu saya cuma nyengir, dan berpikir bahwa malam ketika Iskandar kirim pesan itu ia sedang "melayang" sambil nonton film Yellow Submarine. Firasat saya ternyata benar, tak lama setelah saya balas pesan tersebut dengan tawa dan bertanya kenapa tiba-tiba bicara Yellow Submarine, Iskandar minta maaf karena pesan tersebut dia kirim waktu "melayang".

Pertama kali saya nonton film Yellow Submarine adalah waktu SMA kira-kira waktu kelas XI awal, tahun 2011 akhir. Waktu itu saya nonton lewat Youtube, dan tidak mencermati sampai kepada makna film tersebut. Ketika itu saya hanya coba memahami alurnya, menikmati musiknya, dan mencoba mencari inspirasi dari aspek visual film tersebut yang mungkin dapat di adaptasi kedalam bentuk dekorasi yang biasa saya kerjakan di ekskul biru donker.

Yellow Submarine, sumber: http://thekey.xpn.org



Kini, 3 tahun lewat, saya coba kembali tonton film karya The Beatles dan George Dunning tersebut. Tidak ada maksud khusus sebenarnya, hanya mencoba melepas penat setelah buat paper untuk ujian akhir semester matakuliah Pengantar Jurnalisme. Sekalian juga, mencoba memahami pesan yang dikirim si Iskandar Agung ketika melayang beberapa hari ke belakang.

Film yang di rilis pada tahun 1968 ini bercerita tentang suatu tempat yang bertempat 80.000 liga dibawah laut, Pepperland. Narator di awal film mendeskripsikan Pepperland sebagai sebuah "unearthly-paradise" yang digambarkan secara visual sebagai tempat yang warna-warni, bergapura pelangi, dan menggunakan kata LOVE sebagai pesan selamat datangnya. Ya, kehidupan di Pepperland memang berwarna dan penuh cinta. Musik juga merupakan hal yang sangat penting di surga bawah laut itu, penduduk Pepperland mendapatkan energinya dari musik yang dimainkan oleh sebuah kelompok band bernama "Sgt. Pepper's Lonely Hearts Club Band."

Namun, canda-ria riang-tawa di Pepperland ternyata tidak berlangsung lama. Seperti kisah klasik The Legend of Aang, semuanya berubah ketika sekelompok makhluk biru bernama "Blue Meanies" menyerang. Kehidupan Pepperland dibuat porak-poranda oleh senjata dan serangan-serangan dari Blue Meanies. Pepperland yang asalnya warna-warni, berubah menjadi kelabu. Warna yang tersisa hanyalah warna biru sebagai atribut para Blue Meanies. Tapi ternyata, tidak semua penduduk Pepperland dibuat menjadi kelabu dan seolah mematung. Seorang tua, bernama Fred (kadang disebut Young Fred/Old Fred) melarikan diri dari Pepperland menggunakan sebuah kapal selam berwarna kuning. Itulah Yellow Submarine. Bersama Yellow Submarine Fred pergi ke Liverpool untuk meminta bantuan dari The Beatles, dengan maksud agar menghidupkan kembali kehidupan di Pepperland lewat musik yang mereka bawakan.

Dengan mencermati kembali hubungan antara Pepperland dan serangan dari para Blue Meanies, akhirnya saya bisa menangkap apa yang sebenarnya Iskandar Agung coba katakan kepada saya. Pesan yang ia kirim dalam keadaan "melayang" itu ternyata tidak ngawang ketika di crosscheck ulang.

Saya kira benar, di film Yellow Submarine unsur warna sebagai simbol merupakan hal yang penting. Di pelatihan dasar PKSR RB dulu, senior saya dan si Iskandar mengajari kepada kami bahwa divisi tempat kami bernaung, Divisi Warna, memiliki tugas untuk memberikan identitas kepada sebuah dekoran. Tiap warna memiliki kesannya sendiri, seperti merah untuk berani, kuning untuk ceria, dan putih untuk suci. Melalui warna kita bisa mencoba untuk paham apa yang pembuat film coba untuk sampaikan kepada audiens. Melalui warna, kita bisa memahami "Identitas" apa yang dilekatkan kepada suatu teks.

Walikota Pepperland Bermain Musik, sumber: photobucket

 Pepperland, beserta seluruh isinya digambarkan dengan sangat berwarna. Secara kasar, kita bisa bilang warnanya nabrak-nabrak. Warna merah tiba-tiba ketemu biru muda, warna hijau dihajar warna pink. Namun ada kesamaan diantara semua warna yang nabrak tersebut. Warna-warna yang di pilih adalah warna cerah. Dari pemilihan warna untuk Pepperland saya melihat sebuah kesan, bahwa Pepperland merupakan tempat yang diisi oleh berbagai macam orang, berbagai macam ide, berbagai macam sifat dan mereka sadar, mereka tidak dapat melebur menjadi susunan warna yang analogous (analogous dalam harmonisasi warna berarti bersandingnya warna senada, contoh: oranye-kuning kemerahan-kuning.) tetapi dari keberagaman tersebut mereka dapat hidup bersama membangun sebuah dunia yang penuh "cinta". Pada intinya, dengan penggunaan warna secara beragam pembuat film ingin menunjukkan adanya keanekaragaman dalam kehidupan di Pepperland.

Blue Meanies, sumber: fartoonsblog.blogspot.com

 Blue Meanies sendiri dari segi pewarnaannya secara relatif lebih menggunakan warna biru secara analogous. Mereka adalah sebuah kaum yang memiliki persamaan secara identitas, disimbolkan oleh identitas warna biru pada tiap-tiap anggota kelompoknya. Warna biru sendiri sering dikaitkan dengan ekspresi kesedihan. Sebutlah lagu "Pretend" karya Nat King Cole, liriknya yang berbunyi "Pretend you're happy when you're blue.." mengajak kita berpura-pura senang untuk membuang kesedihan atau tentang bagaimana sejarah doraemon, kucing robot yang seharusnya berwarna kuning berubah warnanya menjadi biru, kuningnya luntur setalah ia menangis karena kupingnya rusak digigit oleh seekor tikus. Dari sana, kita bisa menyimpulkan bahwa Blue Meanies bersama warna birunya menyimbolkan sebuah kaum yang mencoba menyebarkan kesedihan kepada seantero Pepperland.

Lewat adegan penyerangan Blue Meanies terhadap Pepperland, saya menangkap bahwa sang produser ingin menyampaikan kepada kita bahwa ditengah kehidupan, yang berisi berbagai macam manusia dan kebudayaan, sering terdapat upaya-upaya penyatuan. Penyatuan di tengah keberagaman mungkin punya maksud baik, yaitu solidaritas. Namun sejarah pun banyak bercerita pada akhirnya penyatuan sering menjadi keuntungan yang hanya untuk pihak-pihak dominan, baik secara kekuatan fisik maupun ide. Kebenaran yang ada pun seringkali disandarkan kepada ide-ide kaum yang mendominasi. Ide yang tidak sejalan dengan golongan, akan di nilai salah. Mungkin, itulah mengapa dalam film Yellow Submarine ketika Blue Meanies berkuasa ia membuat warna-warna lain menjadi kelabu. Disana Blue Meanies membuat sebuah dominasi, membiarkan warna yang "hidup" tinggal warna biru. Warna identitas miliknya.

Mungkin itulah, apa yang Iskandar maksud dengan "Tidak ada warna yang salah", saya mengartikannya menjadi "Keberagaman bukan suatu hal yang mesti disalahkan". Ya, memang jika berkaca di Indonesia sendiri keberagaman sering menjadi awal dari sebuah konflik dan bahkan, di tingkat para terpelajar pun perbedaan pemahaman dan ideologi yang dipegang seringkali jadi bahan pertengkaran. Keberagaman dalam suatu kelompok akan memberikan potensi perpecahan, ikatan di dalam kelompok-kelompok kecil bisa jadi lebih kuat dan saling bergesekan satu sama lainnya.

Tapi konflik, pertengkaran, perpecahan, sebenarnya bisa di hindari. Di tengah pertikaian, kita sering lupa bahwa diluar identitas yang di buat (bahasa anak UI: dikonstruksi) toh kita adalah manusia biasa. Tak bisakah kita menaruh perhatian sejenak untuk belajar memahami sesama?

Mari kita mulai dengan mencoba tetlebih dahulu memahami nyanyian John Lennon ketika menyelamatkan Pepperland di film Yellow Submarine, John bilang:

"All you need is Love, Love, Love is all you need.."

Dinihari, 15 Desember 2014, ditengah kejaran deadline UAS Takehome Pengantar Kajian Media.