Jumat, 28 Maret 2014

Waktu

Jarum detik terus berputar, melingkari sudut 360 derajat. Begitu juga dengan butir demi butir pasir itu, mereka turun melewati leher tabung yang sempit, berpindah tempat dari wadah yang tinggi ke rendah, dan Tuhan berkata bahwa kita merugi karenanya.

Bersama putaran jarum jam, bersama turunnya pasir-pasir itu kita bergerak, terikat terhadap kerangka acuannya masing-masing. Jarum berputar terhadap lingkaran, pasir turun terhadap ruang tabung, dan kita bergerak terhadap ruang yang kita hidupi. Hubungan antara gerak dan ruang tersebut dinamai waktu. Konsep abstrak yang misterius. Ada relatifitas, ada paradoks, dan ada pengabaian kepadanya. Dan dalam kerumitan itu deminya Tuhan berkata, kita merugi.

Mereka bilang bumi dan peradaban manusia sudah tua usianya. Bisa dibilang sampai bermiliar tahun. Dalam perjalanannya yang panjang itu dulu dibilang pernah hidup reptil-reptil besar, manusia gua, peradaban babylonia, filsuf-filsuf yunani, kerajaan-kerajaan agung, perang dunia, tragedi, dan banyak lagi sampai kata "dulu" pada awal kalimat itu berubah menjadi "sekarang", sebelum nantinya berubah lagi menjadi "dulu".

Tapi kita tidak pernah melewati cerita tentang yang dulu-dulu itu, kisah yang kejadiannya sebelum pada kelahiran diri kita ke dunia. Kita hidup di masa kita hidup. Tapi kita percaya saja kepada yang dulu-dulu itu, yang telah lumat dimakan waktu. Yang dimuseumkan dan diawetkan dalam sejarah. Sehingga tak jarang kita tertipu dan meragukan kebenaran-kebenaran dalam sejarah itu. Seperti kata Emerson, generasi terdahulu berhadapan dengan Tuhan dan alam secara empat mata, sementara kita melalui mereka.

Walaupun yang dibelakang itu sudah mati, dan seberapapun besarnya keraguan kita terhadapnya. Kita mesti menerima bahwa apa yang telah tertinggal itu tetap punya dampak bagi kita yang masih berjalan terseret waktu sekarang. Sartre mungkin bisa bilang bahwa ada jarak antara aku dan masa lalu; aku yang kini berbeda dengan aku yang dulu, tak ada masa lalu yang menyebabkan aku melakukan hal apa pun sekarang. Yang Sartre terima hanya faktisitas-faktisitas yang memang biasanya bawaan dari lahir, bentuk fisik contohnya. Tapi tak semudah itu Sartre. Saya kira memang Sartre ingin menunjukkan sisi manusia yang dapat selalu berusaha mencari jalan baru diluar pilihan masa lalu. Dan usaha perlu tenaga. Tenaga yang sekaligus memberikan kekuatan pada usaha untuk menolak ingatan masa lalu. Yang nyatanya, ingatan masa lalu itu selalu ada dan batin kita dapat menyelaminya. Bahkan melekat, seperti trauma.

Jadi waktu menyeret kita ke depan, tapi masih mempersilahkan untuk kita menoleh ke belakang, juga mungkin, membawa serta berapa hal dari hari-hari di belakang. Dan karena itu manusia sering terjebak pada perasaan yang merindu yang dalam, padahal sebabnya seringkali hanya oleh hal-hal kecil karena apa yang dulu ada dan bermakna kini telah tiada, atau mungkin tidak lagi terletak disana. Sementara makna dari benda yang tiada tersebut tinggal diam terpotret dalam ingatan kita. Time can bring you down, time can bend your knees, nyanyian sedih dari Clapton.

Karena itu juga pada suatu titik dalam sejarah yang sedang kita gumuli ini sering terjadi penyesalan-penyesalan yang sentimentil. Rasa-rasa bersalah akan hal-hal yang kita lakukan di kemarin hari, yang kesalahan itu memberi dampak besar bagi diri kita di hari ini. Sementara waktu membawa kita ke depan, kita berharap untuk kembali ke titik yang telah kita lalui itu, untuk memperbaiki yang rusak kini agar tak ada luka, agar tak ada yang pergi. Dan pada titik inilah kita seringkali tersadar dan mencoba memahami: demi masa, manusia merugi. Kita tak memanfaatkannya dengan cukup baik.

Ada memang usaha-usaha untuk mensiasati waktu. Mesin waktu, rumus-rumus relativitas, blackhole-whitehole, banyak lagi. Ada memang, tapi itu terlalu rumit bagi saya. Disini saya hanya bicara sebagai jiwa yang berjalan dengan penuh penyesalan dalam waktu.

"And then one day you find, ten years have got behind you. No one told you when to run, you missed the starting gun."

Pink Floyd, Time.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar