Selasa, 18 Februari 2014

Perjudian

Taruhan itu telah dipasang, tak bisa ditarik. Di tepi meja ia harap harap cemas pada hasil perjudian. ia bertaruh besar, semua sisa uangnya. Sebenarnya ia bukan orang yang pendek pikir dengan mempertaruhkan semua uang yang tersisa, namun dalam hal bertaruh, ia percaya bahwa walaupun pada akhirnya ia harus kalah, ia tak pulang sebagai penjudi picisan yang menolak tantangan.

Perjudian dimainkan, kartu-kartu yang telungkup itu dibukakan, dan ia menelan kekalahan. Lawannya tersenyum mencibir menghinakan, dengan pandangan mata yang berkata "Kalah sudah, pulang sajalah". Ia membalas, senyum sungging meremehkan, yang berkata "Yang penting aku tak takut kalah, makan saja semua yang tadi kupasang". Tapi sayang, mata bukanlah pembual yang hebat. di sudut matanya tergaris juga tanda penyesalan. Dalam hati ia tetap menghibur diri "Bukan soal menang kalah, atau uang yang lenyap. Pun aku kalah sebagai penjudi besar."

Ia berdiri, memakai mantel, lalu pamit, rumahnya cukup jauh dari tempat perjudian itu untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Ditambah malam yang terlalu dingin dan ngeri untuk dilewati sendiri. Tapi apa mau dikata, ia tetap melangkah berjalan.

Baru berjalan sekitar tiga blok, ia mulai lelah. Mungkin raut kesal di sudut mata itu juga yang membebankannya. Jalan kerumah masih sekitar enam blok lagi. Di sebrang jalan taksi kumal menganggur, supirnya masih terjaga. namun pada saat itu juga ia sadar, yang supir taksi butuhkan adalah uang, dan ia tidak memilikinya. Supir taksi juga takan peduli pada status si penjudi besar. Mungkin malah meremehkan. Karena supir taksi itu kini lebih kaya darinya. Walaupun si supir hanya tinggal punya satu sen dari kembalian rokok. Karena si penjudi itu tak punya lagi suatu hal yang bisa dinilai. Diluar rumah judi, penjudi besar itu bukan apa-apa. Dunia yang lebih besar mengalahkannya. Tapi ia tetap saja melangkah ke seberang jalan. Menghampiri taksi yang mangkal sendirian itu.

Tak lama terdengar suara letusan. Sebagian penghuni blok yang masih terjaga, dan dibuat kembali berjaga, berlarian keluar. Mereka mengerubungi taksi yang tadi mangkal sendirian diseberang jalan itu. Kacanya memerah, bercak darah, dan supirnya kini berlubang dahinya. Dari lubang itu mengalir darah juga, menetes jatuh kedua sisi pipi, lalu terus turun ke lantai lantai taksi yang berdebu.

Penduduk yang berkerumun itu mencoba mencari sebab. Tapi lebih banyak yang melakukan hal yang tak perlu. Turun prihatin namun hanya bisa memandangi. Malam yang dingin membuat mereka enggan lari mencari ke arah yang lebih jauh. Disekitar blok itu, nyatanya sudah sepi. Ada juga diantaranya yang menelfon pihak berwenang, namun agak terlambat memang.

Dan si penjudi besar kini sudah berpindah jauh, dari tempat taksi tadi ia berlari ke belokan di ujung jalan, dan terus berlari hingga dua blok jauhnya, selanjutnya ia berjalan. Ternyata ia berbalik kembali ke arah rumah perjudian.

14 - Desember - 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar